Hadiri Seminar Nasional Pusaka Nusantara 2018, KNIU Kemdikbud Bicara mengenai UNESCO Global Geopark

Blog Single

Bogor, KNIU — Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KNIU Kemdikbud) menghadiri Seminar Nasional Pusaka Nusantara 2018 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor pada Sabtu (20/10/18). Bertempat di Auditorium Andi Hakim Nasution, Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga, kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan keindahan warisan alam Indonesia kepada masyarakat umum, menambah wawasan tentang konservasi, serta mempublikasikan hasil ekspedisi yang dilakukan HIMAKOVA di tahun 2018.

 

Di tahun 2018 ini, HIMAKOVA telah melaksanakan dua kegiatan ekspedisi, yaitu RAFFLESIA (Eksplorasi Flora Fauna dan Ekowisata Indonesia) dan SURILI (Studi Konservasi Lingkungan). Ekspedisi RAFFLESIA dilaksanakan di Geopark Ciletuh pada tanggal 15-25 Januari 2018, dan ekspedisi SURILI dilaksanakan di Taman Nasional Aketajawe Lolobata pada tanggal 15 Agustus-1 September 2018.

 

Pada Seminar Nasional Pusaka Nusantara 2018, Kepala Sub-bagian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Desi Elvera Dewi, didaulat sebagai narasumber untuk sesi kedua seminar dengan pembahasan mengenai Geopark Ciletuh. Di sesi ini hadir pula narasumber lain, yaitu Profesor Mega Fatimah Rosana selaku pemrakarsa Geopark Ciletuh, Endang Sutisna selaku ketua Paguyuban Alam Pakidulan Sukabumi (PAPSI), dan Taufik Ari Firdaus selaku ketua pelaksana ekspedisi RAFFLESIA.

 

Dalam paparannya, Desi Elvera Dewi menjelaskan mengenai Kawasan Tetapan UNESCO (UNESCO Site Designation) yang terbagi menjadi tiga jenis, yaitu UNESCO Global Geopark, Cagar Biosfer (Biosphere Reserve), dan Situs Warisan Dunia (World Heritage Sites). Perbedaan dari ketiganya adalah UNESCO Global Geopark berfokus pada keragaman geologi di suatu kawasan dan keterlibatan masyarakat di kawasan tersebut dalam pelestariannya, Cagar Biosfer berfokus pada pengelolaan keanekaragaman hayati dan budaya di suatu kawasan, dan Situs Warisan Dunia berfokus pada konservasi situs baik alam maupun budaya yang memiliki nilai universal yang luar biasa (universal outstanding value). Selain itu, disampaikan pula penjelasan mengenai UNESCO Global Geopark dan proses pengajuan Geopark Ciletuh sehingga menjadi geopark yang mendapat pengakuan internasional.

 

Selain paparan, sesi kedua Seminar Nasional Pusaka Nusantara 2018 juga diisi dengan diskusi interaktif antara peserta dengan narasumber. Menanggapi pertanyaan tentang manfaat dari UNESCO Global Geopark, Desi Elvera Dewi menyatakan bahwa yang terpenting dari diakuinya sebuah kawasan sebagai UNESCO Global Geopark adalah bagaimana kawasan tersebut bisa mendapat perlindungan dan konservasi yang berkelanjutan. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dengan sendirinya akan mengikuti seiring meningkatnya rekognisi dan perkembangan pariwisata di kawasan tersebut. “Semua ini tentu tidak terlepas dari peran serta aktif dari masyarakat untuk merawat dan mengembangkan potensi di kawasan geopark. Ini merupakan implementasi dari konsep bottom-up dari UNESCO Global Geopark lanjutnya.

 

Saat ini telah terdapat 140 UNESCO Global Geopark yang tersebar di 38 negara di dunia. Di Indonesia sendiri terdapat empat kawasan yang telah diakui sebagai UNESCO Global Geopark, yaitu Geopark Batur, Geopark Gunung Sewu, Geopark Ciletuh-Pelabuhan Ratu, dan Geopark Rinjani-Lombok. Geopark Ciletuh diresmikan sebagai UNESCO Global Geopark pada April 2018 karena keistimewaan warisan geologinya, keragaman hayatinya, serta keragaman budayanya yang didukung oleh peran serta aktif masyarakatnya dalam proses perlindungan, konservasi, dan pengembangan potensi yang mempunyai nilai ekonomi.

Share this Post:

Related Posts: