Safety of Journalists: Peran UNESCO dalam Mempromosikan Keselamatan Jurnalis
Jakarta, KNIU — Di dalam setiap berita yang tersaji di dalam kehidupan kita, terkandung upaya dan kerja keras para jurnalis. Meski telah berjuang memperoleh informasi, namun dalam melaksanakan tugasnya para jurnalis tidak terlepas dari berbagai risiko profesi yang mengintai. Menurut Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (The United Nations Office of High Commissioner for Human Rights) profesi jurnalis merupakan salah satu dari jenis pekerjaan yang paling berbahaya di dunia. Berbagai risiko berupa ancaman, penangkapan, hingga pembunuhan dari pihak yang merasa terancam oleh pemberitaan yang ditulis tak jarang menghantui kehidupan Sang Jurnalis maupun orang-orang terdekatnya.
Dikutip dari laman resmi United Nations Educational, Scientific, Cultural Organization (UNESCO), dalam kurun waktu tahun 2006 hingga 2017, hampir 1010 jurnalis terbunuh karena melaporkan berita dan menyampaikan informasi kepada publik. Dengan kata lain, rata-rata terjadi satu kematian setiap empat hari sekali. Ironisnya, tidak semua kasus pembunuhan terhadap jurnalis ini diusut tuntas, bahkan terjadi sebuah kekebalan hukum (impunitas) bagi para pelakunya. Dalam sembilan dari sepuluh kasus, para pelaku tidak dihukum. Impunitas semacam ini menyebabkan lebih banyak pembunuhan jurnalis yang terjadi dan seringkali merupakan gejala dari memburuknya konflik dan hancurnya hukum dan sistem peradilan. Hal ini secara langsung berdampak pada upaya-upaya berbasis Hak Asasi Manusia PBB untuk mempromosikan perdamaian, keamanan, dan pembangunan berkelanjutan.
Menyadari akan begitu berisikonya profesi jurnalis dan semakin memprihatinkannya isu impunitas terhadap pelaku kejahatan terhadap jurnalis, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk sebuah rencana aksi mengenai keamanan bagi para jurnalis dan isu impunitas (The UN Plan of Action on the Safety of Journalists and the Issue of Impunity) yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang bebas dan aman bagi jurnalis dan pekerja media, baik dalam situasi konflik maupun non-konflik, dengan tujuan untuk memperkuat perdamaian, demokrasi dan pembangunan di seluruh dunia.
UNESCO sebagai organisasi yang ditopang empat pilar, yang salah satunya bidang komunikasi dan informasi turut mendukung kebebasan pers pada semua platform media. Di bawah kerangka kerja dan rencana aksi PBB tersebut, UNESCO mempromosikan keselamatan jurnalis dan memerangi impunitas bagi para pelaku kejahatan terhadap jurnalis melalui enam metode, yaitu penetapan standar dan pembuatan kebijakan peningkatan kesadaran pemantauan dan pelaporan pembangunan kapasitas penelitian akademis dan pembangunan koalisi.
Sejak tahun 1997, UNESCO telah menentang keras dan mengecam setiap pembunuhan yang terjadi pada seorang jurnalis. Sebagai tindak lanjut, UNESCO menyusun laporan dua tahunan tentang Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas kepada Dewan Antarpemerintah dari Program Internasional untuk Pengembangan Komunikasi (Intergovernmental Council of the International Programme for the Development of Communication/IPDC) sejak 2008. Laporan ini berisi informasi terbaru yang diterima secara sukarela dari negara-negara anggota tentang status peradilan kasus para jurnalis yang terbunuh di negara tersebut.
Sinergi antara pemerintah Indonesia dengan UNESCO terjalin baik lewat peran KNIU (Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO). Dalam hal ini KNIU menjembatani proses penyampaian informasi antara program pemerintah Indonesia dengan UNESCO. Pada laporan Direktur Jenderal UNESCO tahun 2018 terkait Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas, Indonesia merupakan negara yang ditandai centang pada daftar negara yang memberikan respons atas permintaan klarifikasi atas kasus pembunuhan dan kekerasan terhadap wartawan yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk sebagai salah satu negara anggota yang secara disiplin mengirimkan laporan berkala pada UNESCO. (GAR/DAS)