Yogyakarta Menyambut Generasi Muda ASEAN sebagai Duta Warisan Dunia
Sekitar 50 pelajar tingkat SMA dan mahasiswa semester awal berkumpul di Yogyakarta sebagai peserta World Heritage Camp Indonesia (WHCI). World Heritage Camp Indonesia (WHCI) merupakan acara yang diadakan Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejalan dengan Program Pendidikan Warisan Dunia dalam rangka upaya mengatasi isu ancaman terhadap warisan budaya dan kerentanannya yang semakin meningkat saat ini. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa cara terbaik untuk mengatasi hal ini adalah merangkul semua pemangku kepentingan yang terkait dengan pengelolaan situs warisan budaya, dan salah satu pemangku kepentingan yang paling utama adalah generasi muda. Melalui WHCI, generasi muda dapat belajar dan memahami, serta diharapkan dapat terdorong untuk secara aktif terlibat dalam proses konservasi dan kampanye nilai-nilai warisan dunia kepada masyarakat untuk mencapai pengakuan dalam keragaman budaya dan perdamaian dunia. Melalui program ini pula generasi muda akan diberikan kesempatan untuk menyuarakan keprihatinan mereka dan bersama terlibat dalam perlindungan warisan budaya dan alam. Anak-anak muda ini diharapkan dapat menjadi influencer, menjadi duta-duta bangsa untuk terus mengampanyekan, mempropagandakan warisan-warisan dunia negaranya masing-masing ke seluruh manca negara. kata Najamuddin Ramli selaku Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Upacara pembukaan WHCI 2018 telah terlaksana pada Minggu, 2 September 2018, di Lapangan Garuda, Area Wishnu, Kompleks Candi Prambanan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan Kompleks Candi Prambanan sebagai lokasi pembukaan dikarenakan situs ini telah mendapat pengakuan dunia melalui UNESCO World Cultural Heritage (Warisan Budaya Dunia). Menurut Najamuddin, Candi Prambanan merupakan salah satu simbol keharmonisan dalam perbedaan atas dasar latarbelakangnya yang merupakan candi agama Hindu, namun di dalam komplek Candi Prambanan terdapat Candi Sewu yang merupakan candi agama Buddha, serta masyarakat di sekitar komplek Candi Prambanan yang turut menjaga kelestarian candi yang mayoritas beragama Islam. Acara ini dihadiri oleh Najamuddin Ramli selaku Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Arief Rachman selaku Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Singgih Raharjo selaku Wakil Kepala Dinas Kebudayaan Yogyakarta, Anton Wibisono selaku Kepala Seksi Pengelolaan Warisan Budaya Dunia Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta para peserta yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Pada 2018 ini, WHCI dilaksanakan untuk ketiga kalinya sejak sebelumnya diadakan pada 2016 dan 2017. Dengan mengusung tema Yogyakarta: The City of Multi-Layered Heritage, WHCI 2018 bertujuan untuk memperkenalkan Yogyakarta sebagai kota budaya ke tingkat nasional maupun internasional. Yogyakarta merupakan kota di mana banyak ragam budaya yang masuk dalam kurun waktu panjang yang kemudian menciptakan akulturasi harmonis. Meski demikian, Yogyakarta masih dapat mempertahankan identitas aslinya, yang kemudian melahirkan filosofi unik yang memengaruhi cara hidup, bertindak, dan berpikir masyarakat Yogyakarta sehingga menghasilkan budaya yang multi-lapis. Dalam WHCI 2018, peserta akan diajak untuk mengeksplorasi filosofi ini berdasarkan peninggalan arkeologis dan warisan budaya takbenda di kota Yogyakarta.
WHCI 2018 berlangsung pada 2-9 September 2018. Selama satu pekan para peserta diajak berkeliling Kota Yogyakarta untuk mengenal lebih dalam tentang Yogyakarta sebagai kota multi-lapis budaya. Beberapa tempat yang akan dikunjungi peserta WHCI 2018 adalah Museum Sonobudoyo, Benteng Vredeburg, Sanggar Tari, Gua Braholo, Pantai Parangkusumo, Candi Kedulan, Candi Kimpulan, Kotagede, Panggung Krapyak, Omah Kecebong, Pasar Bringharjo, Kediaman Larasati Suliantoro Sulaiman untuk belajar membantik, serta Kantor Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Para peserta juga akan melakukan beberapa sesi diskusi dan debat yang bertempat di Omah Kecebong. WHCI 2018 akan ditutup dengan upacara penutupan yang akan dilaksanakan di Hotel Heritage Inna Garuda pada 9 September 2018.
WHCI 2018 menghadirkan sesuatu yang berbeda dari WHCI di tahun-tahun sebelumnya, yaitu kehadiran peserta dari negara lain di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), seperti dari Malaysia, Laos, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Menurut Anton Wibisono, keterlibatan pelajar asing sebagai peserta WHCI 2018 ini bertujuan untuk membandingkan pemahaman pelajar antar negara terkait dengan warisan budaya dunia. WHCI juga dapat berfungsi sebagai bahan evaluasi bagi Kemendikbud untuk melihat apakah kurikulum yang telah dibuat telah cukup efektif dalam memberikan pemahaman tentang warisan budaya terhadap pelajar. Apabila seluruh peserta yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri sudah berdiri pada level yang sama dalam konteks pemahaman tentang warisan budaya, berarti kurikulum yang kita buat pada 2016 dan 2017 itu sudah efektif. Tapi jika ternyata pemahaman teman-teman di Indonesia itu belum setingkat dengan teman-teman dari manca negara, maka harus ada perbaikan pada kurikulum kita. kata Anton Wibisono. Sedangkan menurut Najamuddin Ramli, keterlibatan pelajar asing dalam WHCI 2018 dapat memperlancar proses diplomasi budaya di kancah internasional. Para pelajar dapat membangun sebuah bentuk kolaborasi dalam membuat aplikasi-aplikasi terkait warisan budaya khususnya yang berada di Indonesia, dan membantu menyebarluaskannya ke kancah internasional melalui beragam media yang dikuasai generasi muda.