Workshop Internasional Dorong Integrasi Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Ekohidrologi

Blog Single

Yogyakarta, 28 Juli 2025 — Workshop bertema “Enhancing the Integration of Local Ecological Knowledge (LEK) in Ecohydrology-Driven Integrated Water Resource Management” resmi dibuka di Yogyakarta pada Senin, 28 Juli 2025. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari hingga 30 Juli 2025.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2020, dari total 17.076 DAS di Indonesia, sebanyak 2.145 DAS masuk kategori sangat rusak. Kerusakan ini berdampak langsung terhadap masyarakat, seperti kekeringan di musim kemarau dan banjir saat musim hujan. Sebagai solusi, Pemerintah Indonesia mendorong penerapan Integrated Water Resource Management (IWRM) berbasis ekohidrologi sesuai amanat Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan seperti keterbatasan air, minimnya pelibatan pemangku kepentingan, dan ketimpangan akses kelompok rentan.

Workshop bertujuan untuk memperkuat pendekatan IWRM melalui integrasi Local Ecological Knowledge (LEK) yang dimiliki masyarakat adat dan lokal. Kegiatan ini dihadiri oleh peneliti, akademisi, pembuat kebijakan, dan perwakilan lembaga nasional maupun internasional. Diharapkan kegiatan ini menjadi respons konkret atas kondisi kritis Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia.

Lima pembicara utama hadir membagikan wawasan mereka yaitu Dr. Rahmah Elfithri (UNESCO Headquarters), Dr. Muhammad Zainal Arifin, S.Hut., M.Si. (Kemhut), Sazlina binti Abu Omar (HTC Kuala Lumpur), Prof. Dr.-Ing. Ir. Widodo Brontowiyono, M.Sc., IPM, ASEAN Eng. (Universitas Islam Indonesia), dan Ir. Sri Handayaningsih, S.Hut., M.Si. (Kemhut).

Workshop dilaksanakan secara interaktif, melalui sesi presentasi, diskusi kelompok, dan dialog terbuka. Topik yang dibahas meliputi kolaborasi lintas sektor, peran perempuan dan pemuda, serta penguatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan air.

Sambutan dari KNIU dan UNESCO

Dalam sambutannya, Ananto Kusuma Seta dari Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) menekankan bahwa air bukan sekadar isu teknis, tetapi menyentuh pilar utama UNESCO yaitu ilmu pengetahuan, budaya, pendidikan, dan komunikasi-informasi.

Ia menggarisbawahi bahwa air adalah “rahim peradaban” dan telah menjadi pusat budaya serta spiritualitas sejak masa lampau, seperti dalam sistem subak di Bali dan tata kelola air masyarakat adat Papua.

Ia juga mengusulkan inisiatif “One Village, One Story” untuk mendokumentasikan warisan lokal dalam pengelolaan air sebelum pengetahuan tersebut hilang.

Maki Katsuno-Hayashikawa, Director and Representative UNESCO Jakarta, menyoroti dampak degradasi DAS terhadap kesejahteraan masyarakat. Ia menekankan pentingnya integrasi antara ilmu pengetahuan dan tradisi lokal, serta perlunya investasi dalam kapasitas masyarakat agar kelompok rentan memiliki suara dalam proses pengambilan keputusan.

Perspektif Nasional

Dr. Luki Subehi, Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, menyampaikan bahwa pendekatan ekohidrologi merupakan jalan untuk menggabungkan teknologi, ekologi, dan budaya dalam satu sistem pengelolaan air yang berkelanjutan. Ia menegaskan pentingnya menjaga pengetahuan lokal sebagai warisan yang dapat memperkaya ilmu pengetahuan modern.

Melalui workshop ini, diharapkan lahirnya jejaring pengetahuan dan kebijakan berbasis bukti yang mampu menyatukan sains dengan kearifan lokal untuk ketahanan air yang inklusif dan berkelanjutan di Indonesia.

 

Share this Post:

Related Posts: